PERBANDINGAN PENDEKATAN FISIOTERAPI PADA PASIEN PASCA STROKE BERBASIS BUKTI

Herdin,S.Ft.Physio.M.Kes


Salah satu pertanyaan bagi praktisi Fisioterapi ketika dihadapkan dengan pasien pasca stroke adalah model atau tehnik fisioterapi manakah yang terbaik dalam menghandle pasien dengan masalan pergerakan pasca stroke? pertanyaan ini tentunya tidaklah mudah dijawab secara sederhana mengingat begitu kompleksnya manisfestasi disfungsi pergerakan pasca stroke dan berkembangnya teknik atau pendekatan fisioterapi pasca stroke.Pendekatan Fisioterapi dapat meliputi ‘Neurofisiologi Approach’,Motor Learning’,’Orthopaedic  principle’ dan Penggunaan teknologi seperti Physio Robotic ,Virtual reality, Biofeedback,Transcranial Magnetic Stimulation’ Functional Electrical stimulation, Task Spesifik Training,
      Salah satu pendekatan  Fisioterapi yang berkembang sejak lama dan masih eksis sampai sekarang adalah ‘Neurofacilitation approach‘ dengan prinsip fasilitasi saraf yang paling populer adalah Bobath atau NDT,Proprioceptif Neuromuscular Facilitation atau PNF dimana kedua metode ini ditinjau dari aspek historisnya terdapat hubungan saling menginspirasi sehingga terdapat beberapa kesamaan namun terdapat perbedaan terutama pada pendekatan Bobath lebih menekankan restorasi tonus normal  sedangkan pada PNF dalam penerapannya menekankan refleks stimulasi refleks2 seperti ‘Strecth refleks’ stimulasi golgi tendo organ /GTO, pola diagonal/spiral,optimal resistence, verbal,komando dll.
       Sebuah penelitian yang dilakukan  oleh Kim Brock dan kawan2 pada tahun 2004 dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Bobath dibandingkan dengan pendekatan fisioterapi lainnya pada pasien pasca stroke menyimpulkan bahwa pendekatan bobath dibandingkan terapi lainnya tidaklah lebih baik atas pendekatan yang lainnya atau dengan kata lain tidak ada yang lebih superior atas yang lain namun jika dalam hal pengurangan tonus pendekatan bobath lebih baik namun demikian disimpulkan pula pendekatan bobath dengan pendekatan  fungsional tidak berbeda dalam dalam mengurangi tonus dan juga dalam hal kekuatan otot dan kontrol motor
Dalam Penelitian ini diidentifikasi 688 artikel dan 8 yang memenuhi kriteria inklusi,5 RCTs,1 single-grup crossover desain dan 2 single-case studi 5 jenis studi  mengukur tonus,kekuatan otot dan kontrol motorik.Bobatt mengurangi nyeri bahu pasca stroke lebih baik dibanding terapi es,mengurangi tonus dibandingkan dengan tanpa intervensi
KesimpulannyaKonsep bobath jika dibandingkan dengan pendekatan lainnya tidak lebih baik  dalam hal memperbaiki impairment ekstremitas atas dan tidak terdapat pendekatan yang lebih baik atas yang lain
Pada tahun 2008, Pollock dkk mereview beberapa pendekatan fisioterapi seperti bobath, motor learning, dan ;Mixed appproch dari 12  penelitian (1087 sampel) menyimpulkan bahwa
  • Mixed approach, didapatkan hasil yang signifikan dalam memperbaiki kemandirian fungsional dibandingkan dengan yang tidak diintervensi dan placebo.Ini menunjukkan bahwa setiap modalitas fisioterapi lebih baik dibandingkan dengan tanpa fisioterapi
  • Tidak terdapat  bukti bahwa  satu pendekatan fisioterapi ‘lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan lainnya dalam pemulihan disabilitas atau impairment (postural control atau fungsi ekstremitas atas) setelah  stroke
        Pada tahun 2014, Pollock dan kawan-kawan melakukan review dengan tujuan menelaah efektifitas beberapa pendekatan dalam mengatasi problem gerak pasca stroke khususnya pada ektremitas atas dengan melibatkan sampel berjumlah 18,078 dari 505 study menyimpulkan bahwa
1.tidak terdapat bukti yang cukup untuk membandingkan efektifitas beberapa pendekatan
2.Moderate-quality evidence menunjukkan efek yang menguntungkan atau efektifitifitas dari constraint-induced movement therapy (CIMT)mental practice, mirror therapy, interventions untuk sensory impairment,virtual reality,  relatively high dose of repetitive task practice, moderate-quality evidence juga mengindikansikan  bahwa  unilateral arm training lebih  efektif dibandingkan  bilateral arm trainingsumber
Sistemik Review dan Meta analysis yang dilakukan Kwakkelet al pada tahun 2014 mereview  467 RCTs (N = 25373) menyimpulkan
Hasil
  • Strong evidence was found for significant positive effects of 13 interventions related to gait, 11 interventions related to arm-hand activities, 1 intervention for ADL, and 3 interventions for physical fitness. Summary Effect Sizes (SESs) ranged from 0.17 (95%CI 0.03–0.70; I2 = 0%) for therapeutic positioning of the paretic arm to 2.47 (95%CI 0.84–4.11; I2 = 77%) for training of sitting balance. There is strong evidence that a higher dose of practice is better, with SESs ranging from 0.21 (95%CI 0.02–0.39; I2 = 6%) for motor function of the paretic arm to 0.61 (95%CI 0.41–0.82; I2 = 41%) for muscle strength of the paretic leg. Subgroup analyses yielded significant differences with respect to timing poststroke for 10 interventions. Neurological treatment approaches to training of body functions and activities showed equal or unfavorable effects when compared to other training interventions. Main limitations of the present review are not using individual patient data for meta-analyses and absence of correction for multiple testing.
  • There is strong evidence for PT interventions favoring intensive high repetitive task-oriented and task-specific training in all phases poststroke. Effects are mostly restricted to the actually trained functions and activities. Suggestions for prioritizing PT stroke research are given
Poin penting dari hasil penelitian tersebut adalah tidak ada teknik yang lebih superior terhadap yang lainnya  namun pada varibel tertentu terdapat model pendekatan yang lebih baik. Dengan demikian pemilihan modalitas fisioterapi dalam pelayanan fisioterapi neuromuscular tetap mempertimbangkan aspek efektifitas dan efesiensiensi dan preferensi dari pasien yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien.
Sebagai tambahan pula dosis dan intesitas terapi akan paralel dengan hasil serta intervensi fisioterapi dilakukan sedini mungkin untuk mempercepat pemulihan gerakan fungsional pasca stroke atau neurorestorasi yang dapat dideteksi pula uji biomarker melalui perubahan  kadar BDNF (brain derived neurothropic factor),perubahan outcome yang dapat diuji dengan instrumet yang valid dan reliabel.
Menurut Professor Sheila Lennon ahli Fisioterapi neurologi dari australia pada kongres mahasiswa fisioterapi se-ASIA bahwa persoalan tonus yang menjadi fokus dalam terapi Bobath bukanlah sesuata yang sangat penting, akan tetapi kelemahan otot,gangguan kontrol gerak dan koordinasi adalah hal penting dalam fisioterapi neurologi, Penanganannya hendaknya bersifat multidimensional tidak hanya satu pendekatan saja……
Salam Fisioterapi Neurologi
#Catatan tambahan dari sejawat Fisioterapis 
#Physio Silviia

Manajemen fisioterapi mengikuti pendekatan
 problem-solving dan melibatkan elemen-elemen berikut ini :
  1. Rehabilitasi pergerakan
  2. Maksimalisasi fungsi
  3. Pencegahan komplikasi sekunder
  4. Penanganan faktor sosial/psikologi
Faktor-faktor kunci yang menjadi fitur penting dalam pemulihan fisik setelah stroke yaitu :
  1. Pemulihan (recovery) paling cepat terjadi dalam beberapa bulan pertama dan pola pergerakan kembali dalam pola hirarki yang sama pada kebanyakan pasien.
  2. Penentuan waktu dan pencapaian keseimbangan duduk mandiri merupakan indikator kunci kemandirian fungsional
  3. Tingkatan disfungsi motorik awal dan interval waktu antara paralisis dan pengembalian pergerakan merupakan indikator penting pemulihan pergerakan
Fisioterapi penderita stroke hemoragik pada prinsipnya bisa dimulai sedini mungkin, mulai dari fase akut (biasanya mulai dalam 48 jam) jika dinyatakan aman secara medis. Penderita dinyatakan aman secara medis jika:
  1. Status respirasi stabil.
  2. Tekanan darah stabil dan dalam batas rambu-rambu aman bagi pasien tersebut. Khusus untuk perdarahan sub arachnoid, tekanan darah harus benar-benar diperhatikan dan biasanya mobilisasi dini lebih lambat dimulai
  3. Batas aman untuk latihan bila systole naik atau turun hingga 20 mmHg dan diastole hingga 10 mmHg dari nilai normal pasien.
  4. Jika tekanan darah lebih dari 180/110 mmHg atau kurang dari 80/50 mmHg, maka lebih amannya jangan dilatih.
Intervensi fisioterapi post stroke fase akut mengutamakan keselamatan dan keamanan penderita, sehingga modalitas fisioterapi yang diberikan harus disesuaikan dengan stabilitas kondisi penderita. Pada umumnya intervensi yang diberikan pada stadium akut masih bersifat latihan pasif, sehingga tidak membahayakan kondisi pasien.
Intervensi fisioterapi sedini mungkin bertujuan untuk: mengoptimalkan upaya penyembuhan melalui re-edukasi muscle movement menuju re-edukasi muscle function dan mencegah berbagai komplikasi yang mungkin timbul akibat gangguan tonus, imobilisasi dan tirah baring lama sehingga pasien lebih cepat mandiri sehingga meringankan beban psikososial dan ekoniomi keluarga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Klinik

Fisioterapi Untuk Gangguan Kesuburan